Rabu, 05 Agustus 2009

No 4

Azas tuntutan hukum, karena cakupan penyebaran berita di internet dan sistem kinerja cyberjournalism bersifat lintas batas ke wilayah Negara.
Ketentuan hokum menyangkut jurnalis dan perusahaan multimedia massa yang cenderung menerapkan inerja lintas negra
Ketntuan pajak lintas Negara , karena kecenderungan ekonmi global juga mempengaruhi kinerja cyberjournalism, terutama menyangkut proses transaksi jual beli hak cpta tas berita.

jawaban

Junk mail dan spam
banyaknya email ke kotak surat masuk (inbox) lantaran jurnalis sering melakukan kunjungan (browsing) kebanyak laman (situs internet) dan berespondensi kebanyak pihak yang secara tidak sengaja di intip oleh pihak2 tertentu ang ingai mempromosikan produk tertentu tanpa memnta izin pemilik email

mailing list
sebagai sumber informasi utama.jurnalis pada umumNya menjadi anggota forum diskusi di mailing list tertentu sesuai minat dan bidang tertentu,yang pada giliranya sering mendapatkan informasi mulai dari sekedar rumor dan goip sampai dengan ‘bocoran’ dokumen penting berkaitan dengan kasus menyangkt kepentingan umum

www
sebagai mana kebiasaan pengguna lain internet.maka journalism termasuk yang paling sering berselancar di internet untuk memanfaatkan berbagai informasi, bahkan menggunakan sejumlah informasi yang tersebar di berbagai laman sebagai acuan peliputannya.

Email attachment
Dalam menjalankan profesinya, jurnalis sering mengirimkan dan menerima document, memanfaatkan fasilitas FTP ataupun email attachment, terutma bagi kalangan jurnalis foto/kamer yag mngirimkan dokumen beresolusi tinggi dan kapasitas besar

TERNYATA

Komentar tentang ujian hari ini kurang berkenan dihati, mungkin karna laptopnya tidak bisa connect jadinya saya mengerjakan soal ujian harus bergantian meminjam laptop teman yang bisa connect

Bangun tidur, Tidur lagi.

Kejadian yang aku alami pagi tadi. Sama dengan hari hari biasanya, terbangun karena suara alarm. Dengan susah payah aku berusaha bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Sesampainya didepan kamar aku lihat sekeliling tak tampak satu orang pun didalam rumah. Berjalan menuju kamar orang tua ku coba membuka pintu ternyata terkunci, beralih kekamar kakak ternyata sama. Akhirnya dengan langkah berat aku menuju kembali kekamar, dalam hati aku berkata
“TURU MANEH AE!!!!!”

Selasa, 04 Agustus 2009

Berpetualang di Meru Betiri




Beberapa bulan yang lalu saya beserta beberapa temann berpetualang ke taman nasional Meru betiri.
Kondisi jalan masih bagus sampai di Ambulu, nah masuk ke Taman Nasional Meru Betiri berarti perjuangan dimulai.

Kami tiba di areal yang kami tuju di dalam kawasan Meru Betiri sekitar dua setengah jam kemudian selepas gerbang pertama di taman nasional ini. Maklum kami harus bergerak perlahan dan hati-hati, baru pertama kali sih.



Menjelang gelap, kami tiba di gerbang kedua dan ketiga dan kemudian mendapatkan tampat pangawas hutan. Kami sempat mengarah ke pantai Bande Alit dan bertemu dengan seekor rusa,
kemudian kami menuju pantai untuk mendirikan tenda untuk kemudian beristirahat.
Subuhnya kami berangkat untuk memulai kegiatan di alam. Kami berjalan kaki lewat hutan kecil dan semak-semak mencari kawanan banteng (bos javanicus). Ketika memang sempat melihat kawanan banteng itu, ternyata tidak banyak waktu untuk memotret karena mereka bergerak cepat.


'Olah raga' pagi itu kami lanjutkan dengan berjalan menuju goa Jepang. Dalam perjalanan kami bertemu dan ngobrol sebentar dengan dua ibu yang sedang memetik kopi untuk kemudian dijual dan disalurkan ke tempat pemrosesan yang berada di kawasan ini pula. Ibu-ibu itu keturunan Madura dan sudah bermukim di daerah ini lama sebelum diambil alih oleh pemerintah untuk dijadikan kawasan lindung.

Kami menyusuri pantai Bande Alit dan kemudian semak belukar untuk sampai di goa Jepang, Saya malah rada terkejut karena rupanya goa itu buatan manusia, dan sama sekali tidak terawat.



Balik ke perkemahan, kami kembali menyusuri pantai Bande Alit. Pemandangannya

bagus benerrrrr, dengan salah satu sisi berlatarbelakang pulau kecil tidak berpenghuni. Di salah satu sisi pantai ada kawasan memancing yang disebut Klatakan. Tapi meski pantainya agak landai, dan berbentuk teluk, dengan air jernih, pengunjung tidak dianjurkan berenang, maklum bagian dari pantai selatan yang dikenal berombak 'galak.'

Meski ada beberapa kegiatan lagi yang harusnya dapat kami lakukan, tapi waktu kami terbatas. Dan kami harus menyisakan beberapa menit untuk mencoba ber-kano di rawa yang lebih mirip danau besar, sebelum kami makan siang dengan sayur dan kepiting hasil tangkapan nelayan setempat... dan lalu meninggalkan Meru Betiri. Puas rasanya bisa berkunjung ke kawasan ini



Rock Ala Indonesia

KERONCONG diam-diam pernah disusupkan dalam musik rock ’n’ roll pada akhir 1950-an. Sebutannya Indorock untuk menamai musik yang kebanyakan dimainkan oleh warga Belanda yang lahir di Indonesia itu. Mereka datang ke Indonesia.

CRAZY Rockers, "eksponen Indorock" yang dibentuk pada 1961 di Den Haag, Belanda, Jumat (23/4) malam lalu tampil di NuArt Sculpture Park, Bandung. Mereka membawakan beberapa contoh lagu Indorock seperti Carioca yang pernah membuat mereka dikenal di Belanda dan Jerman pada awal 1960-an.

Band ini didukung pemain yang lahir di Indonesia dan Suriname. Mereka adalah Eddy Chatelin, lelaki kelahiran Palembang 1943, yang memainkan gitar melodi. Harry Berg (64), kelahiran Makassar, juga memainkan gitar melodi. Woody Burnings (65), kelahiran Suriname, berposisi sebagai penyanyi utama merangkap gitar rhythm. Mereka didukung Pim Vereen (63) pada bas, Boy Brostowksi (56) pada drum.

Usia para personel Crazy Rockers kini telah berkepala enam, tapi semangat bermusik mereka tak beda dengan rock ’n’ roll yang lincah yang mereka mainkan sejak usia belasan tahun. Di pentas mereka tampil penuh energi, termasuk gaya mengangkat gitar tinggi- tinggi yang lazim terlihat di pentas musik rock kaum muda.

Eddy, Harry, dan kawan-kawan masih berumur belasan tahun ketika gelombang rock ’n’ roll dari Amerika melanda daratan Eropa termasuk Belanda menjelang akhir era 1950-an. Gelombang itu digerakkan oleh Chuck Berry, Bill Haley, sampai Elvis Presley. Seperti halnya yang terjadi di berbagai negara, di Belanda pun bermunculan band rock ’n’ roll. Mereka mengambil model musik dari Chuck, Bill Haley, Elvis, atau juga Everly Brothers.

Muncullah kemudian antara lain Ruud de Wolf dan Riem de Wolf, dua bersaudara kelahiran Depok, Jawa Barat, yang membentuk The Blue Diamonds. Duet yang memopulerkan lagu seperti Ramona sampai Sukiyaki itu mengacu pada duet Everly Brothers.

Eddy Chatelin dan kawan- kawan mencoba tampil beda. Tetap berbasis pada rock ’n’ roll, mereka mencoba memainkan rock ’n’ roll dengan pengaruh elemen musik keroncong. Mereka menggunakan formasi tanpa piano, namun memilih menggunakan tiga gitar, ditambah bas dan drum.

"Kami menggunakan tiga gitar dengan pembagian, satu gitar rhythm dan dua gitar melodi. Salah satu gitar itu bisa menjadi alternatif untuk gitar atau bas. Itu yang mungkin menjadi penghubung kecil antara rock ’n’ roll dan keroncong," kata Eddy Chatelin yang masih cukup lancar berbahasa Indonesia.

Kedua gitar melodi itu di-stem dengan cara berbeda. Salah satu gitar menggunakan cara standar. Namun, gitar yang lain dibuat lebih rendah hingga suara yang keluar terdengar lebih berat dan kasar.

"Suara gitar yang lebih rendah itu memberi kesan bunyi yang berbeda," kata Eddy menjelaskan.

Eddy mencontohkan penggunaan selo yang dipetik dan double bass alias bas betot pada musik keroncong. Selo dalam hal ini berfungsi sebagai bas yang melodik. Begitu juga dalam format Indorock, salah satu gitar menduduki fungsi seperti yang dipegang selo sebagai instrumen alternatif.

"Saya sendiri belum pernah bermain keroncong, tapi pernah mendengar keroncong dari ayah saya," kata Harry Berg yang meninggalkan Indonesia dan tinggal di Belanda saat berumur sepuluh tahun.

Ternyata, formula yang ditawarkan Crazy Rockers itu diterima publik. Pada kurun 1961-1966 mereka populer di Belanda dan Jerman sebagai Indorock. Julukan itu bukan semata mengacu pada personelnya yang berasal dari Indonesia, tapi juga karena karakter suara musik mereka yang agak berbeda dengan rock ’n’ roll.

Tak kurang ada sekitar sepuluh band yang bisa disebut sebagai Indorock sempat populer bermunculan, seperti Tielman Brothers, The Javalins, atau juga The Black Dynamites. Di antara mereka ada yang meramu rock ’n’ roll dengan musik hawaiian atau country. Belakangan muncul sebutan Nederrock untuk menyebut rock ’n’ roll yang dimainkan oleh orang Belanda.

Pamor Indorock berangsur surut seiring dengan munculnya gelombang rock dari Liverpool, Inggris, yaitu Beatles. John Lennon dan kawan-kawan dari Beatles adalah sama-sama penganut rock ’n’ roll seperti halnya Crazy Rockers atau juga Koes Bersaudara di Indonesia yang fasih memainkan rock ’n’ roll lewat lagu seperti Dara Manisku yang mengingatkan pada lagu Lucille-nya Everly Brothers. Mereka muncul dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu tahun 1962, atau sekitar lima tahun setelah rock ’n’ roll berkobar di Amerika Serikat.

"Ketika Beatles semakin populer, anak muda Belanda mulai berpaling kepada Beatles atau Rolling Stones," kenang Harry Berg yang, meski kalah pamor, tetap bermain rock ’n’ roll.

Harry kemudian juga mulai menggemari gitaris-gitaris yang bermunculan di kemudian hari, mulai Jimi Hendrix sampai Lee Ritenour. Kini diakuinya tidak ada lagi Indorock seperti pernah populer di era 1960-an. Kaum muda di Belanda saat ini, tutur Harry, juga tidak lagi mengenal Indorock.

Pada awal tahun 1980-an sempat muncul revivalisme Indorock, namun hanya sebatas pada hajatan semacam nostalgia dan tidak sampai pada taraf menghidupkan kembali genre unik yang disebut Indorock itu.